Sunday, April 17, 2016

Biarkan Diamku

Diam. Mungkin aku memang tak ingin berbicara sepatah katapun. Jangan tanya kenapa. Coba rasakan, saat kamu memang butuh waktu untuk merenungkan segalanya. Ya, seperti seolah merasa sendiri ketika kamu sebenarnya berada di keramaian. Seperti merasa sepi padahal kamu bisa cari keasikan dengan yang lain. Seakan menjadi orang tersedih padahal kamu bisa mencari kebahagiaan itu sendiri. Merasa hampa ketika seolah gamparan keras menyentuh bagian tubuh paling sensitive, hati, ya, kenapa selalu hati yang disalahkan ketika perasaan asing mulai timbul. Hatipun berserah pada pikiran yang kacau. Pikiranku seperti terbagi menjadi banyak cabang yang rumit. Tubuhku seakan terbagi menjadi beberapa bagian aneh. Bagian satu menunjukkan kebahagiaan karena dikelilingi orang-orang seperti mereka. Bagian dua menunjukkan kesedihan karena bagian satu sepertinya tak sespesial bahagia dahulu. Bagian tiga menunjukkan kegelisahan karena pilihan yang rumit. Bagian empat menunjukkan kerisauan karena pilihan rumit tak kunjung menemukan jalan keluar. Bagian lima menunjukkan kebimbangan yang tiada henti karena hal rumit sepertinya akan menemukan jawaban yang sama. Bagian enam menunjukkan ketidakenakan perasaan karena seakan menjadi seorang yang bersalah pada beberapa orang yang mungkin tak mereka sadari. Bagian tujuh menunjukkan keinginan untuk lari dari semua masalah. Bagian delapan menunjukkan kemarahan karena mereka terus mengajukan pertanyaan yang sama padaku. Bagian sembilan menunjukkan kekosongan yang entah kenapa membuat diri ini lemah. Masih banyak bagian-bagian bodoh lainnya disini, tapi bagian yang kuinginkan sebenarnya adalah tempat sunyi yang luas dimana hanya ada aku disana, merasakan setiap hembusan angina yang menerpa tubuh ini, memandang langit luas dengan awan indah, memejamkan mata dengan menyusun setiap bagian yang berantakan tadi. Sepertinya benar-benar sulit menyusun acak-acakannya per bagian bodoh yang kurasakan.

Entah mengapa bagian-bagian bodoh atau kotor tersebut selalu menghantui pikiran ini dan membuat kepalaku menjadi tak muat menampung bagian jernih. Belum mulai menyusun bagian itu saja aku sudah merasa ada tambahan bagian bodoh lagi dalam diriku. Aku seakan linglung untuk menemukan bagian tubuhku yang benar. Tubuhku seperti direnggut bagian – bagian aneh yang tak ku kenali sebelumnya. Aku pernah meraba pada bagian tubuhku yang aneh ini, tapi tetap saja tak kutemukan racun mematikan yang merusak tubuh bersemangat dulu.


Gelap. Aku berada dalam tempat gelap yang jauh dari terangnya mereka. Gelapku tak dapat mereka selamatkan dengan ribuan terangnya mereka. Kosongku tak dapat mereka isi dengan bagian – bagian penting yang dulu pernah ada. Marahku tak dapat mereka redam dengan nasehat yang dulu menyejukkan. Sedihku tak dapat mereka hapus dengan banyak senyum mereka yang menghiasi ragaku dulu. Diamku tak dapat mereka lawan dengan kata yang mereka lontarkan secara terus menerus. Bimbangku tak dapat diubah menjadi pastiku oleh saran yang mereka berikan. Raguku tak dapat mereka jadikan yakinku dengan genggaman erat mereka. Aku hanya tak mengerti, aku hanya ingin sendiri sekarang, tanpa mereka, tanpa kata, tanpa candaan. Hanya diam saja. Sepertinya tubuh lamaku harus membiarkan diamku yang sekarang ini kurasakan. Tolong biarkan diamku membelenggu hingga nanti ia muak dengan sendirinya kemudian pergi dari bagian bodoh ini. Aku hanya tak tahu sampai kapan bagian ini ada disini. Entah sebentar atau lama, tapi sepertinya ini yang sekarang tak bisa ku ganggu gugat dari tubuhku. Kini, aku hanya dapat masa bodo pada bagian ini. Aku merasa cuek ini terus bertahan entah sampai kapan. Jadi, jangan tanya kenapa, jangan tanya sampai kapan, jangan tanya sudah atau belum. Karena aku rasa, jika cabang atau bagian ini sudah lelah, maka semua akan tersusun rapi seperti dahulu. 
Tunggu saja. 

No comments:

Post a Comment