Aku mengiringi roda besar yang berputar. Kadang aku jadi pengiring yang berada di atas roda, tapi kadang aku berada di roda bawah. Memang mengiringi bumi yang ku analogikan sebagai roda besar berputar tidak mungkin menyebabkan seseorang terlindas ketika mengiringinya pada bagian bawah. Tapi rasanya, aku yang sedang mengitari bagian bawah ini justru hampir terlindas parah seperti mereka yang badannya hancur disebabkan kecelakaan karena terlindas truk besar. Bukan, bukan, aku bukan berkata seenak jidat membicarakan terlindas karena kecelakaan. Namun, yang kurasakan yaa ini, aku yang menjadi pengiring roda berputar, sedang berada diputaran bawah, dan merasa seperti nyaris terlindas roda berputar secara keras. Entah, aneh memang. Yang aku rasakan adalah mengiringi roda itu sendirian. Saat aku di bawah dan merasa nyaris terlindas, tidak ada yang berusaha menolongku dan menarik tubuhku ini. Sepertinya memang tidak ada yang peduli. Bohong saja mereka yang bilang "bukannya tak mau menolong, aku sedang mencari solusi agar nantinya kita semua selamat." HALAHHHH!!! PERSETAN! Aku tau bawahku memang bukan bawahmu, sulitku memang bukan sulitmu, raguku memang bukan ragumu, bisuku memang bukan bisumu, sedihku apalagi, yang jelas pasti bukan sedihmu juga. Tapi mbok yaa mikir, tidak akan ada yang baik-baik saja ketika seseorang diam saja, ketika ia tidak tersenyum dan tertawa lepas seperti biasanya. Aku sama sekali tak butuh uluran tangan terpaksamu. Mata tidak akan pernah bisa berbohong. Tidak akan ada mata (pura-pura) sedih yang dapat benar-benar menolong mata yang sudah berkaca-kaca dan hampir meneteskan air mata. Sekarang aku hanya sudah mengerti, bahwa kamu tak sesungguhnya berada disampingku selama ini, kamu hanya terasa dekat ketika aku sedang berputar mengiringi roda atas. Aku paham bahwa kamu tak ingin menyelami pahitnya berada di putaran bawah. Berbahagialah kamu :)
Berarti sekarang, aku hanya perlu berputar ke bagianku seperti semula lagi kan? Sendirian, tanpa kamu, tanpa kalian. Diamku tak dapat merekam jelas keberadaanku di depan kalian. Diamku tak akan kalian artikan dengan mudah. Diamku tak akan pernah kalian tau alasannya. Aku sudah terbiasa sendirian, jadi aku pikir, untuk apa aku membagi alasan diamku pada kalian, toh kalian bahagia - bahagia saja seperti ini. Kalau dikaitkan dengan teori penetrasi sosial yang menggambarkan hubungan seseorang dari tidak intim menjadi intim, dan diibaratkan sebagai bawang yang memiliki banyak lapisan, kamu hanya tau lapisan terluarku. Aku tidak mencoba mengizinkanmu berada di lapisan-lapisan berikutnya, karena aku sudah tau, aku sudah memprediksi bahwa kamu sepertinya tidak cocok aku anggap seperti sahabat baik. Hubungan kita tidak akan meningkat, akan tetap seperti ini, tidak akan berlanjut pada lapisan-lapisan berikutnya.
Tak ada orang yang benar-benar peduli, maka mulai sekarang aku akan kembali mengiringi roda berputar lagi dan menjalani apa yang menjadi front stage-ku. Aku akan selalu berada di panggung dimana aku dituntut untuk menjadi seorang yang tersenyum, humoris, suka tertawa, tidak bisa diam, dan lain sebagainya. Aku jamin tidak akan ada yang tau back stage ku, karena back stage-ku milikku sendiri, sekalipun kamu sudah mengupas lapisan - lapisanku secara perlahan, kamu tidak akan mengetahui lapisan terdalamku. Jadi, lakukan saja apa yang jadi front stage mu yang berpura-pura sedih melihatku sedih, yang berpura-pura turut bahagia ketika aku bahagia, yang berpura-pura memberikan solusi padahal tak peduli, yaaa yang begitulah kira-kira. Aku sudah mengerti. Kamu tak tau apa-apa, jadi jangan komentari aku dengan mengumbar komentar salahmu tentangku kepada orang lain. Diamku bukan karena ingin mereka datang padaku dan menanyakan keadaanku, diamku ini karena aku sedang lebih banyak berpikir lagi, diamku ini karena membiarkan mulutku yang biasanya cerewet harus PAUSE dulu melihat otakku yang lagi tak karuan, usai diamku-pun aku akan kembali, kembali menjadi seseorang yang berpura-pura lagi. Menjalankan front stage-ku dengan sesempurna mungkin. Tapi sabar, aku akan menjadi pengiring roda perputar yang seperti biasanya lagi nanti, tapi bertahap, karena kemarin-kemarin aku nyaris terlindas, maka aku kadang perlu diam dulu. Pedulimu bukan lagi pandangan positif dariku lagi ya. Sekarang urusi saja urusanmu itu, berbahagia pada porosmu, maka suatu saat nanti akupun akan berbahagia pada porosku. Toh saat kamu mengiringi roda ini tanpa memikirkan diamku saja kamu berbahagia kan? Jadi saat nanti aku tak lagi diam dan kembali seperti pada putaran yang benar, aku berharap, kamu tak lagi datang dan memintaku untuk mengiringi roda ini bersama ya.