Dapatkah waktu diputar kembali ke masa lalu? Masa disaat aku
dan kamu adalah “kita”. Dapatkah kau ingat perjuangan kita dulu? Lalu sekarang
bagaimana? Apakah perjuangan itu masih ada dan terasa diantara kita? Apakah kehidupan
kita sekarang ini adalah hasil perjuangan kita? Atau, apakah perjuangan kita
dulu itu masih berarti hingga sekarang?
Apakah perjuangan kita sekarang ini sehebat saat kita mulai
saling mencintai dulu? Apakah sehebat saat kita menahan malu untuk saling
berpandangan? Apakah sehebat saat kita saling menahan rasa rindu yang membendung
ketika kita jarang bertemu? Apakah sehebat saat kita menahan rasa kangen yang
meminta untuk bertemu? Apakah sehebat saat kita menahan amarah ketika kita
saling cemburu? Apakah waktu itu memang adalah kita? Kita dalam arti aku dan
kamu sama-sama berjuang?
Waktu itu, aku dan kamu masih saling malu untuk bertemu. Aku
dan kamu masih saling ragu untuk berpandangan. Aku dan kamu masih takut untuk
memulai pembicaraan. Satu tahun lalu kita masih saling malu untuk berbicara,
bahkan untuk sekedar “hay” pun seperti terbendung untuk terucapkan. Aku masih
ingat ketika aku mampu memberanikan diri dengan memandangmu meski dari
kejauhan. Tawamu membuat bibirku terjhipnotis untuk tersenyum. Aku sempat ingin
menghabiskan waktu bersamamu, disampingmu, dalam waktu yang tak singkat. Namun apa
daya, perasaan ini begitu adanya dengan dibubuhi rasa malu yang sungguh
menyengat. Begitu aku ingin berada disampingmu, berada bersamamu dalam perasaan
yang saling tak menentu itu.
Ingatkah? Saat salah satu dari kita mampu memberanikan diri
untuk menyapa dan memulai pembicaraan, namun bukannya obrolan manis yang
terjalin, malah hanyut dalam kesunyian dan seketika terdiam dalam keraguan
masing-masing. Saat aku menatapmu dari sudut jendela kelasku, saat kita saling
pandang waktu berpapasan di koridor kelas, saat kita saling bicara, saat kita
akhirnya dapat hayut dalam candaan yang dapat kita ciptakan sendiri. kenangan
itulah yang selalu berlari-lari mengitari ingatanku. Aku kangen kita yang dulu.
Ketika aku sedang rindunya, aku hanya dapat membaca
percakapan kita setiap malam, betapa
hadir kelucuan disana, betapa disana terdapat keromantisan, betapa disana mulai
terjali nya hubungan yang semakin lama semakin tak dapat terpisahkan. Saat kita
tak lagi mampu untuk menahan rasa kangen dengan bertemu. Saat kita tak lagi
mampu menahan bibir untuk mengungkapkan perasaan sayang itu. Saat aku dan kamu
akhirnya selalu bersama. Saat aku dan kamu tak lagi dapat terpisahkan dalam
waktu yang panjang. Bahkan saat aku dan kamu harus berpisah dalam bercakapan
karena waktu yang mulai larutpun, aku tak bisa. Entah mengapa rasa itu begitu
kuat adanya. Aku tak lagi mampu berjauhan denganmu, aku hanya ingin terus
berdampingan denganmu melalui waktu yang akan indah jika kita lewati berdua.
Aku pernah menangis saat kau begitu cemburunya denganku,
saat kau sepertinya tak ingin ada satu orangpun mendekati raga ini, saat
ketakutanmu meguasai hatimu. Begitulah aku yang hanya dapat meyakinkanmu dengan
kata-kata yang mungkin hanya apa adanya ini agar kau dapat percaya bahwa
seorang yang kucintai hanyalah dirimu. Bahwa aku tak’kan berpaling kepada
siapapun karna yang ku inginkan hanyalah dirimu untuk selalu berada
disampingku. Namun saat ini, ketakutanmu itu seperti tak lagi dapat kau
rasakan. Tak ada lagi rasa takut yang kau sampaikan padaku seperti kala itu. Tak
ada lagi rasa cemburu yang tercipta ketika kau melihatku dengan yang lain. Semua
memang telah berbeda. Bahwa perjuangan kita dulu kini hanya menjadi serpihan
rindu yang sewaktu-waktu dapat kurasakan dalam kesendirianku.
Kamu yang dulu ku kenal sebagai seseorang yang selalu
berusaha untuk mengabariku meski kau sedang sibuk-sibuknya, kamu yang dulu
selalu mengatakan aku adalah istimewa dalam pandanganmu, yang dulu selalu
mengucapkan kata-kata cinta dari bibirmu itu, yang dulu selalu memiki suatu hal
untuk menjadi pemanis dalam hubungan kita ternyata kini tak lagi ada. Aku sadar
bahwa semua itu adalah perjuangan kita sesaat saat kita pernah saling
mencintai, saat kita selalu menginginkan kebersamaan.
Aku kangen kita yang dulu. Namun, aku segera tersadar dalam
lamunanku karena aku tak ingin seseorang yang pernah kucintai terlalu jauh
melangkah sehingga ia lupa bahwasannya semua ini telah kita lewati dan semua
kebersamaan kita itu hanyalah angina semu yang sebaiknya tak lagi kita rasakan.
Karena itu akan terasa begitu sakit. Aku hanya ingin kau menjadi seseorang yang
merupakan lelaki sejati yang dapat memperlihatkan kepadaku bahwa kau akan lebih
baik meski tanpa raga ini.
No comments:
Post a Comment